soccer
Kamis, 22 Desember 2011
Selasa, 15 November 2011
Jumat, 07 Oktober 2011
Minggu, 21 Agustus 2011
Kamis, 11 Agustus 2011
Senin, 08 Agustus 2011
What's the most embarrassing thing that's happened to you?
c: say I LOVE U ,, to him ..n he gve me bad responssss
Kamis, 04 Agustus 2011
Rabu, 03 Agustus 2011
Senin, 01 Agustus 2011
Minggu, 31 Juli 2011
Nãoo sou q estou fazendo perguntas no forms , ele ta doiidoo O.o tafazendosozinho
T Saya tidak mengajukan pertanyaan pada formulir, dia ta Oo doiidoo tafazendosozinho
Kamis, 28 Juli 2011
ada yg punya BLOG gak?? follow guah donk..!! makasih..
:D blog ??
iiazhalovtique.blogspot.com ,, tapi jarang eksis d blog
Rabu, 27 Juli 2011
apa saja akun social networking kalian??
:D FB ,, FS, Tumblr, Koprol,, twitter ,, Myspace,, de el el..
Si vas a la Luna..¿Qué dejarías como para que sepan que VOS estuviste allá?
:D maybe text my mom .. hihihii
hoy es mi CUMPLE! Ok..si tuvieras muchisima plata ¿Qué te AUTOREGALARÍAS?
:D give u one ,, brownies MAYBE .. LOL
Minggu, 09 Januari 2011
Sistem Religi Suku Dayak di Kalimantan Tengah
Sistem Kepercayaan
Animisme dan Dinamisme merupakan kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia secara umum. Bagi orang Dayak khususnya kepercayaan Dayak Benuaq lebih dari Animisme dan Dinamisme, tetapi meyakini bahwa alam semesta dan semua makhluk hidup mempunyai roh dan perasaan sama seperti manusia, kecuali soal akal.Oleh sebab itu bagi Suku Dayak Benuaq segenap alam semesta termasuk tumbuh-tumbuhan dan hewan harus diperlakukan sebaik-baiknya dengan penuh kasih sayang. Mereka percaya perbuatan semena-mena dan tidak terpuji akan dapat menimbulkan malapetaka. Itu sebabnya selain sikap hormat, mereka berusaha mengelola alam semesta dengan se-arif dan se-bijaksana mungkin.
Meskipun sepintas kepercayaan orang Dayak Benuaq seperti polytheisme, tetapi mereka percaya bahwa alam semesta ini diciptakan dan dikendalikan oleh penguasa tunggal yaitu Letalla. Letalla mendelegasikan tugas-tugas tertentu sesuai dengan bidang-bidang tertentu, kepada para Seniang, Nayuq, Mulakng dll. Seniang memberikan pembimbingan, sedangkan Nayuq akan mengeksekusi akibat pelanggaran terhadap adat dan norma.
Suku Dayak Benuaq
Dayak Benuaq adalah salah satu anak suku Dayak di Kutai Barat (19,9%) Kalimantan Timur.[1]
Berdasarkan pendapat beberapa ahli suku ini dipercaya berasal dari Dayak Lawangan sub suku Ot Danum dari Kalimantan Tengah. Lewangan juga merupakan induk dari suku Tunjung di Kalimantan Timur. Benuaq sendiri berasal dari kata Benua dalam arti luas berarti suatu wilayah/daerah teritori tertentu, seperti sebuah negara/negeri. pengertian secara sempit berarti wilayah/daerah tempat tinggal sebuah kelompok/komunitas. Menurut cerita pula asal kata Benuaq merupakan istilah/penyebutan oleh orang Kutai, yang membedakan dengan kelompok Dayak lainnya yang masih hidup nomaden. Orang Benuaq telah meninggalkan budaya nomaden. Mereka adalah orang-orang yang tinggal di "Benua", lama-kelamaan menjadi Benuaq. Sedangkan kata Dayak menurut aksen Bahasa Benuaq berasal dari kata Dayaq atau Dayeuq yang berarti hulu.
Menurut leluhur orang Benuaq dan berdasarkan kelompok dialek bahasa dalam Bahasa Benuaq, diyakini oleh bahwa Orang Benuaq justru tidak berasal dari Kalimantan Tengah, kecuali dari kelompok Seniang Jatu. Masing-masing mempunyai cerita/sejarah bahwa leluhur keberadaan mereka di bumi langsung di tempat mereka sekarang. Tidak pernah bermigrasi seperti pendapat para ahli.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli suku ini dipercaya berasal dari Dayak Lawangan sub suku Ot Danum dari Kalimantan Tengah. Lewangan juga merupakan induk dari suku Tunjung di Kalimantan Timur. Benuaq sendiri berasal dari kata Benua dalam arti luas berarti suatu wilayah/daerah teritori tertentu, seperti sebuah negara/negeri. pengertian secara sempit berarti wilayah/daerah tempat tinggal sebuah kelompok/komunitas. Menurut cerita pula asal kata Benuaq merupakan istilah/penyebutan oleh orang Kutai, yang membedakan dengan kelompok Dayak lainnya yang masih hidup nomaden. Orang Benuaq telah meninggalkan budaya nomaden. Mereka adalah orang-orang yang tinggal di "Benua", lama-kelamaan menjadi Benuaq. Sedangkan kata Dayak menurut aksen Bahasa Benuaq berasal dari kata Dayaq atau Dayeuq yang berarti hulu.
Menurut leluhur orang Benuaq dan berdasarkan kelompok dialek bahasa dalam Bahasa Benuaq, diyakini oleh bahwa Orang Benuaq justru tidak berasal dari Kalimantan Tengah, kecuali dari kelompok Seniang Jatu. Masing-masing mempunyai cerita/sejarah bahwa leluhur keberadaan mereka di bumi langsung di tempat mereka sekarang. Tidak pernah bermigrasi seperti pendapat para ahli.
- Salah satu versi cerita leluhur mereka adalah Aji Tulur Jejangkat dan Mook Manar Bulatn. Keduanya mempunyai keturunan Nara Gunaq menjadi orang Benuaq, Sualas Gunaq leluhurnya orang Tonyoy/Tunjung, Puncan Karnaq leluhurnya orang Kutai.
- Orang Benuaq di kawasan hilir Mahakam dan Danau Jempang dan sekitarnya hingga Bongan dan Sungai Kedang Pahu mengaku mereka keturunan Seniang Bumuy.
- Seniang Jatu dipercaya merupakan leluhur orang Benuaq di kawasan Bentian dan Nyuatan. Dikisahkan bahwa Seniang Jatu diturunkan di Aput Pererawetn, tepi Sungai Barito, sebelah hilir Kota Muara Teweh (Olakng Tiwey). Kedatangan suku (mungkin orang Lewangan, Teboyan, Dusun dan sebagainya) dari Kalimantan Tengah justru berasimilasi dengan Orang Benuaq, dan ini menyebabkan Orang Benuaq mempunyai banyak dialek.
- Sedangkan orang Benuaq di kawasan hulu Kedang Pahu mengaku mereka keturunan Ningkah Olo. Menurut legenda Ningkah Olo pertama kali turun ke bumi, menginjakkan kakinya di daerah yang disebut dalam Bahasa Benuaq, Luntuq Ayepm (Bukit Trenggiling). Tempat ini diyakini sebagai sebuah bukit yang merupakan ujung dari Jembatan Mahakam, Samarinda Seberang, Kota Samarinda. Sisa Suku Dayak Benuaq di Kota Samarinda, akhirnya menyingkir ke utara kota, di kawasan Desa Benangaq, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara. Jadi menurut orang Dayak Benuaq justru merekalah yang pertama menjejakkan kaki di Bumi Samarinda jauh sebelum Kerajaan Kutai resmi berdiri di abad 4 M. Selanjutnya sebagian keturunannya berangsung-angsur menuju muara Sungai Mahakam bermukim di Jahitan Layar dan Tepian Batu dan sekitarnya. Sebagian yang menuju muara Mahakam, selanjutnya berlayar/berjalan ke arah selatan (Balikpapan, Paser dan Penajam). Hal ini mungkin bisa menjelaskan hubungan kekerabatan Dayak Benuaq dan Paser. Orang Benuaq di Kecamatan Bongan, Kutai Barat, berbahasa Benuaq berdialeq Paser Bawo. Sebagian lagi menuju pedalaman Sungai Mahakam. Sebagian keturunan yang masih 'tertinggal' di Tenggarong, bermukim di Kecamatan Tenggarong dan Tenggarong Seberang.
Sistem Religi Suku Dayak di Kalimantan Tengah
Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu/. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka. Agama Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian pula tidak semua penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur dengan penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan.
Suku Dayak Dan Kepercayaannya
Awal mulanya suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah sudah memeluk agama dari kepercayaan roh leluhurnya, di mana agama tersebut merupakan percampuran antara animisme dan dinamisme. Sehingga agama tersebut lebih dikenal dengan nama agama Kaharingan.
Dalam sejarahnya, dituliskan bahwa suku Dayak tidak hanya berhubungan dengan kelompoknya sendiri. Akan tetapi telah banyak berhubungan dengan suku – suku lainnya seperti Bugis, Jawa, Banjar, Cina, dan lainnya. Melalui hubungan tersebut, adanya pengaruh – pengaruh yang diserap baik dari bahasa, adat istiadat, dan agama. Ambil contoh, suku Dayak yang berada di daerah pesisir pantai Kalimantan Tengah sudah lama menganut agama Islam. Demikian halnya dengan suku Dayak lainnya. Semenjak kedatangan bangsa Eropa ke Kalimantan, telah banyak masyarakatnya yang menganut agama Kristem, baik yang Kristen Protestan ataupun yang Katolik. Akibat percampuran tersebut, maka suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah tidak hanya hidup dalam satu lingkupan saja. Akan tetapi semenjak dulu, suku Dayak telah hidup dalam keanekaragaman, baik mereka yang menganut kepercayaan para leluhur atau dari agama suku bangsa lain. Walaupun adanya perbedaan dalam kepercayaan, diantara mereka telah tertanam sikap untuk hidup saling pengertian dan saling menghargai satu sama lainnya. Dan ini semuanya telah ada dalam satu wadah untuk hidup bersama dalam kerukunan yang disimbolkan ke dalam Huma Betang.
Meskipun sebagian dari masyarakatnya sudah memeluk agama modern, mereka masih mempercayai hal – hal yang sifatnya gaib, sakti, dan magis. Kesusahan, malapetaka, bencana, dan lainnya, dianggap sebagai murka atau kurang terpenuhinya permintaan dari roh – roh gaib. Sebagai wujudnya, mereka meminta tolong kepada orang – orang yang mampu untuk menenangkan roh – roh tersebut. Biasanya hal tersebut dilakukan dalam sebuah upacara sakral seperti Upacara Tiwah, Upacara Wara di daerah Barito, Upacara Mangayau Danum, Upacara Manggoru, dan upacara lainnya. Dan biasanya hanya orang – orang tertentu saja yang mengerti dan memahami agama Kaharingan yang dapat melakukan upacara tersebut.
Walaupun sekarang suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah sudah banyak yang mengerti dan memeluk agama modern, namun keterikatan mereka pada agama leluhur masih tetap bertahan dan tidak dapat dilepaskan. Sebab, kepercayaan tersebut merupakan harta warisan dari para leluhur yang diberikan kepada anak cucunya.
Dalam sejarahnya, dituliskan bahwa suku Dayak tidak hanya berhubungan dengan kelompoknya sendiri. Akan tetapi telah banyak berhubungan dengan suku – suku lainnya seperti Bugis, Jawa, Banjar, Cina, dan lainnya. Melalui hubungan tersebut, adanya pengaruh – pengaruh yang diserap baik dari bahasa, adat istiadat, dan agama. Ambil contoh, suku Dayak yang berada di daerah pesisir pantai Kalimantan Tengah sudah lama menganut agama Islam. Demikian halnya dengan suku Dayak lainnya. Semenjak kedatangan bangsa Eropa ke Kalimantan, telah banyak masyarakatnya yang menganut agama Kristem, baik yang Kristen Protestan ataupun yang Katolik. Akibat percampuran tersebut, maka suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah tidak hanya hidup dalam satu lingkupan saja. Akan tetapi semenjak dulu, suku Dayak telah hidup dalam keanekaragaman, baik mereka yang menganut kepercayaan para leluhur atau dari agama suku bangsa lain. Walaupun adanya perbedaan dalam kepercayaan, diantara mereka telah tertanam sikap untuk hidup saling pengertian dan saling menghargai satu sama lainnya. Dan ini semuanya telah ada dalam satu wadah untuk hidup bersama dalam kerukunan yang disimbolkan ke dalam Huma Betang.
Meskipun sebagian dari masyarakatnya sudah memeluk agama modern, mereka masih mempercayai hal – hal yang sifatnya gaib, sakti, dan magis. Kesusahan, malapetaka, bencana, dan lainnya, dianggap sebagai murka atau kurang terpenuhinya permintaan dari roh – roh gaib. Sebagai wujudnya, mereka meminta tolong kepada orang – orang yang mampu untuk menenangkan roh – roh tersebut. Biasanya hal tersebut dilakukan dalam sebuah upacara sakral seperti Upacara Tiwah, Upacara Wara di daerah Barito, Upacara Mangayau Danum, Upacara Manggoru, dan upacara lainnya. Dan biasanya hanya orang – orang tertentu saja yang mengerti dan memahami agama Kaharingan yang dapat melakukan upacara tersebut.
Walaupun sekarang suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah sudah banyak yang mengerti dan memeluk agama modern, namun keterikatan mereka pada agama leluhur masih tetap bertahan dan tidak dapat dilepaskan. Sebab, kepercayaan tersebut merupakan harta warisan dari para leluhur yang diberikan kepada anak cucunya.
Sistem Kekerabatan Masyarakat Dayak Bidayuh

Kerabat dalam Suku Dayak Bidayuh pada saat Upacara Nyobeng
Dari ketiga dasar persekutuan tersebut, dapat dikatakan bahwa hubungan genealogis merupakan dasar “sistem kekerabatan”[2]. Konsepsi kekerabatan atau kelompok kekerabatan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Adanya rasa kepribadian kelompok yang disadari oleh warga-warganya.
b. Terjadinya aktivitas-aktivitas berkumpul yang dilakukan secara berulang-ulang.
c. Adanya sistim kaedah-kaedah yang mencakup hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang mengatur interaksi sosial antara warga-warga kelompok tersebut.
d. Terdapatnya pimpinan yang mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan kelompok.
e. Kemungkinan adanya sistem dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari warga-warga masyarakat tertentu terhadap sejumlah harta produktif, harta konsumtif dan harta pusaka.[3]
Salah satu bentuk utama dari kelompok kekerabatan korporatif (corporate kingroups) adalah keluarga batih (nuclear familiy). Keluarga batih terdiri dari seorang suami, seorang isteri dan anak-anaknya yang belum menikah termasuk di dalamnya juga anak tiri atau anak angkat walaupun hak dan kewajibannya berbeda dengan anak kandung. Berbeda dengan keluarga batih, keluarga luas terdiri dari lebih satu keluarga tetapi tetap satu garis keturunan (genealogis).
Keluarga batih merupakan bentuk universal dari kelompok kekerabatan korporatif. Sedangkan yang tidak universal sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Kelompok yang menarik garis dengan mengambil seorang tokoh atau satu keluarga yang masih hidup sebagai pusat. (dapat juga disebut sebagai sistem kekerabatan)
- Kelompok yang menarik garis dengan mengambil nenek moyang tertentu sebagai patokan hubungan kekerabatan (dapat pula disebut sebagai sistem keturunan).
Dalam hubungan genealogis sebagai dasar terbentuknya sistem kekerabatan, susunan keluarga dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:
- Susunan keluarga menurut garis keturunan pihak bapak (patrilineal);
- Susunan keluarga menurut garis keturunan pihak ibu (matrilineal);
- Gabungan dari patrilineal dan matrilineal (parental).
Sejalan dengan itu Koentjaraningrat (1980 : 137) menyebutkan bahwa sistem istilah kekerabatan dalam hubungan kekerabatan mempunyai hubungan erat dengan sistem kekerabatan dalam suatu masyarakat. Dipandang dari sudut cara pemakaian istilah-istilah kekerabatan pada umumnya, maka tiap bahasa mempunyai dua macam sistem istilah, yaitu istilah menyapa (term of addrees) dan istilah menyebut (term of reference). Istilah menyapa dipakai untuk memanggil seseorang kerabat apabila ia berhadapan dengan kerabat tadi dalam hubungan pembicaraan langsung. Sebaliknya istilah menyebut dipakai seseorang apabila ia berhadapan dengan orang lain, berbicara tentang seorang kerabat sebagai orang ketiga.
Apabila dikaitkan dengan pendapat tersebut di atas, maka dalam hubungan kekerabatan bagi masyarakat Dayak Bidayuh terdapat juga istilah-istilah kekerabatan. Pada masyarakat Dayak Bidayuh istilah kekerabatan tentang menyapa, di dalam pergaulan sehari-hari banyak dipengaruhi oleh adat sopan santun maupun adat istiadat yang berlaku di dalam masyarakat. Adapun bagaimana adat sopan santun pergaulan itu dijalankan dalam kehidupan masyarakat Dayak Bidayuh dapat dilihat dengan cara mengobservasi masyarakat Dayak Bidayuh itu sendiri, mengenai cara bergaulnya dengan tiap kelas kerabat-kerabatnya. Misalnya bagaimana seseorang berlaku dan bersikap terhadap anak-anak dan istrinya, terhadap ayah dan ibunya, terhadap paman-pamannya dan bibi-bibinya baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Begitu juga terhadap saudara-saudara sepupunya baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Selain itu terhadap nenek-neneknya, cucu-cucunya, mertua-mertuanya, ipar-iparnya, menantu-menantunya dan sebagainya.
Dalam masyarakat Dayak Bidayuh kelakuan dan sikap terhadap kelas-kelas kerabat itu berbeda-beda. Disamping itu adat sopan santun yang menentukan kepada siapakah orang harus bersikap menghormati dan kepada siapakah orang bisa bersikap bebas, sehingga berbeda satu dengan yang lain. Bagi orang yang masih muda harus lebih hormat kepada yang lebih tua, sebaliknya orang yang lebih tua hendaknya memberikan contoh atau teladan kepada yang masih muda.
Sistem kekerabatan dalam keluarga Dayak Bidayuh sangat ditentukan oleh garis keturunan, yang menjadi pengikat hubungan orang per orang dalam satu keluarga. Garis keturunan dalam pengertian yang kita maksudkan di sini ialah yang mengandung makna dan bersumber dari silsilah keturunan. Artinya semakin jauh jarak keturunan, maka semakin jauh pula purusnya.
Garis keturunan yang paling dekat adalah antara ayah, ibu dan anak kandung serta nenek kakek dan cucu-cucu yang masih terdiri dari satu garis keturunan. Kemudian saudara sepupu yang terdiri dari sepupu satu kali, sepupu dua kali yakni mereka yang masih bersaudara ayah atau ibunya serta bersaudara paling dekat atau boleh disebut sebagai keluarga inti. Biasanya mereka ini masih hidup dalam satu keluarga besar, yakni terdiri dari ayah, ibu, nenek dan kakek serta anak-anak dan cucu-cucu. Namun ada juga yang hidup dengan buyut dan cicit-cicit namun jumlahnya sangatlah terbatas.
Dalam sistem kekerabatan suku Dayak Bidayuh seseorang boleh bebas mengambil calon teman hidupnya artinya boleh dalam lingkungan suku itu sendiri (endogamy) maupun di luar sukunya (exogam). Perkawinan dalam tingkat hubungan keluarga atau hubungan darah dilarang, misalnya antara sudara sekandung (incest), antara sepupu yang ayah-ayahnya adalah saudara sekandung (patripararel cousin). Pelangaran dalam hal ini termasuk hal yang berat karena menurut kepercayaan orang dari suku ini bahwa roh-roh ghaib tentu akan murka dan mendatangkan bencana dan harus dihapus dengan upacara adat.
Tanggung jawab keluarga dalam suatu rumah tangga adalah pada ayah dan ibu, yaitu ayah akan bertanggung jawab pada masalah-masalah yang ada di luar rumah, misalnya ke ladang, gotong royong dan sebagainya. Sedangkan ibu bertanggung jawab pada masalah-masalah yang berhubungan dengan keadaan di dalam rumah. Dari sini jelas dapat dilihat bahwa pada masyarakat Suku Dayak Bidayuh telah mengenal sistem pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan.
Minggu, 02 Januari 2011
Pulau Bali / Pulau Dewata – Indonesia
Pulau Bali adalah salah satu pulau di Indonesia yang lebih dikenal sebagai pulau Dewata, Pulau bali merupakan juga salah satu provinsi Indonesia. Pulau Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok.
Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701 desa/kelurahan.
Pulau Bali merupakan bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25?23? Lintang Selatan dan 115°14?55? Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya.
Bali selain terkenal sebagai tempat pariwisata, pulau tersebut juga terkenal dengan hasil buminya yaitu Pohon Jati yang oleh dunia di kenal sebagai Teak sebagai bahan baku pembuatan furniture
Tempat-tempat wisata yang penting di Bali adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar. Bali terkenal juga karena Pantai-pantainya yang indah seperti Kuta, Sanur,Legian, Turban, Jimbaran, Nusa dua, Lembongan, Amed dan Tulamben, Padang bai, Tanah Lot, Lovina, Uluwatu/Padang Padang, medewi. Serta lainnya seperti Istana Tampaksiring, Pura Besakih, Garuda Wisnu Kencana, Kintamani, Sangeh, Tenganan, Candi Dasa.
Sistem Teknologi Suku Bangsa Bali
C. TEKNOLOGI
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.
Langganan:
Postingan (Atom)